Tak bisa dimungkiri, religusitas yang tinggi kerap kali mengantarkan seseorang menjadi lebih berprestasi. Hal ini disebabkan religusitas yang tinggi membentuk pribadi seseorang menjadi lebih baik, tekun, mandiri, percaya diri, mampu menempatkan diri serta lebih mampu mengatur emosi.
Cukup lama saya mengamati dan membandingkan. Sejak masih di bangku sekolah, bekerja, sampai menjadi orang tua. Bahwa bisa saja, tingkat Intelegent Quotient (IQ) seseorang ditakdirkan sama dengan orang lain. Akan tetapi, pemahaman agama yang lebih akan memberikan output yang berbeda. Pemahaman agama yang kuat akan membentuk ketangguhan lahir dan batin. Sehingga prestasi lebih mudah diraih.
Religusitas mempunyai beberapa arti. Pertama dalam kamus sosiologi religisitas berarti bersifat keagamaan atau taat beragama. Kedua, religusitas merupakan penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari hari, berdoa dan membaca kitab suci. Ketiga religiusitas diartikan sebagai wujud interaksi harmonis antara pihak yang lebih tinggi kedudukannya yaitu Allah swt dan yang lain yaitu makhluk, dengan menggunakan tiga konsep dasar yaitu iman, islam, dan ihsan.
Dari ketiga arti religiusitas di atas, saya mencoba menyimpulkan bahwa religiusitas merupakan pemahaman dan pengamalan agama yang dimiliki oleh seseorang. Pemahaman yang saya maksud merupakan ilmu yang dipelajari seseorang secara mendalam, diingat bahkan diikat. Sedangkan pengamalan merupakan praktik atau penerapan ilmu yang telah diperoleh, dalam tingkah laku keseharian.
Prestasi sendiri berasal dari bahasa Belanda yang artinya hasil dari usaha. Menurut wikipedia, prestasi merupakan hasil atas usaha yang dilakukan seseorang. Sehingga saya simpulkan bahwa prestasi merupakan keberhasilan seseorang dalam meraih keinginannya dengan disertai usaha dan kerja keras serta menimbulkan perasaan bangga. Prestasi tidak melulu dalam bidang akademik. Selainnya masih ada berbagai prestasi yang bisa digapai seseorang. Misalnya prestasi dalam bidang olahraga, seni dan lingkungan hidup.
Masih menurut wikipedia, prestasi dapat dicapai dengan mengandalkan kemampuan intelektual, emosional dan spiritual serta ketahanan diri dalam menghadapi situasi segala aspek kehidupan. Dari sini bisa kita lihat eratnya hubungan antara religiusitas dengan faktor yang diperlukan untuk mencapai prestasi.
Yang pertama adalah faktor intelektual. Sepertinya memang agak memaksakan jika dikatakan bahwa religiusitas seseorang memengaruhi intelektualitasnya. Hal ini disebabkan tidak setiap orang yang tingkat religiusitasnya tinggi memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi pula. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan religiusitas lebih rendah akan memiliki intelektualitas yang rendah. Akan tetapi intelektualitas tinggi yang terintegrasi dengan religiusitas tinggi tentu akan menghasilkan prestasi yang berbeda. Baik secara langsung dirasakan oleh orang yang meraih maupun orang luar yang menyaksikannya.
Yang kedua faktor emosional. Religiusitas yang tinggi akan membentuk emosi positif dan meminimalisir emosi negatif. Sebuah penelitian ( penelitian Ellison) melaporkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan kuat terhadap agamanya memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kepercayaan agama yang kuat. Sangat sering saya mendapati, seorang yang tingkat religiusnya rendah sangat mudah terbakar emosi. Sedikit saja tersinggung ranah pribadinya, dia akan dengan mudah mengobarkan amarahnya. Dan sayangnya, dia mengatas namakan agama untuk membenarkan perilaku emosionalnya. Berbeda dengan seorang dengan religiusitas tinggi, mereka lebih tenang dalam menghadapi hal hal yang menyinggung perasaannya. Bahkan ketika ada yang ingin mempermalukan dirinya sekalipun.
Yang ketiga yaitu spiritual. Faktor ini bukan sekadar berkaitan erat. Bahwa spiritual adalah agama itu sendiri.
Bagaimana religiusitas bisa memengaruhi prestasi seseorang?
Orang dengan religiusitas tinggi akan lebih menghargai waktu.
Mereka menyadari, bahwa apa pun yang mereka lakukan bernilai ibadah. Sehingga mereka melakukannya dengan rajin dan bersungguh sungguh. Jika mereka pelajar, maka mereka akan lebih rajin belajar jika dibanding mereka yang religiusitasnya lebih rendah. Demikian juga jika mereka pekerja mungkin buruh pabrik, guru bahkan penulis.
Rutinitas ibadah mahdloh yang mereka kerjakan menjadikan orang dengan religiusitas tinggi lebih mudah mengatur waktu. Atau lebih tepatnya lebih senang melakukan rutinitas secara teratur bahkan terjadwal. Dan mereka menepati jadwal tersebut sebagai konsekuensi atas pemahaman yang mendalam mengenai waktu.
Bahwa mereka yang tidak beramal saleh dalam mengisi waktunya merupakan orang yang merugi.
Orang dengan religiusitas tinggi cenderung lebih mandiri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kemandirian merupakan keadaan seseorang berdiri sendiri atau tidak tergantung kepada orang lain.
Kemandirian merupakan kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa meminta bantuan orang lain serta berusaha mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan.
Dalam bukunya Kepribadian Dalam Psikologi Islam, Mujib Abdul menyatakan bahwa agama mampu menyediakan sumber sumber untuk menjelaskan dan menyelesaikan situasi problematika, meningkatkan perasaan berdaya dan mampu ( efikasi ) pada diri seseorang serta menjadi landasan perasaan bermakna, memiliki arah dan identitas personal.
Seorang dengan religiusitas tinggi cenderung lebih mandiri, tidak suka merepotkan apalagi membebani orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh pemahaman tidak ada tempat bergantung melainkan Allah. Sehingga mereka lebih memilih berdoa dan menyerahkan urusannya kepada Tuhan tempat bergantung. Mereka menghindari praktik curang yang akan menodai kemandirian dan kebergantungan mereka kepada Allah.
Jika mereka pelajar maka mereka anti menyontek. Mereka mandiri, sebab sebelumnya mereka juga telah tekun belajar. Demikian juga berlaku untuk profesi lainnya.
Orang dengan religiusitas tinggi cenderung lebih percaya diri
Percaya diri atau self confidence merupakan kepercayaan dan keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab , rasional dan realistis untuk menyelesaikan serta menanggulangi masalah dengan situasi terbaik sehingga dapat memberikan sesuatu dan diterima oleh orang lain maupun lingkungan
Adapun salah satu ciri kepercayaan diri menurut Lina dan Karla ( 2012) adalah tidak membutuhkan pujian , pengakuan , penerimaan maupun rasa hormat.
Demikian pun seorang dengan religiusitas tinggi, mereka tidak membutuhkan pujian, rasa hormat dan lain-lain tersebut, sebab orientasi mereka adalah ikhlas.
Keikhlasan berbanding lurus dengan rasa percaya diri.
Meskipun disebutkan ciri lain dari percaya diri adalah bebas meminta bantuan ini tidak berarti bahwa seorang yang percaya diri suka merepotkan orang lain dengan senantiasa meminta bantuan. Akan tetapi hal ini lebih karena mereka menyadari bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan. Tak ada gading yang tak retak. Dan orang yang percaya diri berani mengakui kelemahannya, sehingga pada sisi ini mereka meminta bantuan orang lain.
Meminta bantuan tidak berarti bahwa anda sama sekali tak berdaya.
Orang dengan religiusitas tinggi lebih mampu menempatkan diri.
Kemampuan seorang yang memiliki religiusitas tinggi dalam menempatkan diri utamanya dalam menghadapi aspek masalah dalam kehidupan adalah sangat baik. Mereka tahu bagaimana harus bersikap ketika mereka ditakdirkan miskin , sakit atau gagal misalnya.
Sebab mereka memiliki panduan dalam menghadapi situasi yang sangat menyulitkan sekalipun.
“Alangkah indah akhlak seorang mukmin, jika ditimpa kemalangan mereka bersabar dan jika mendapatkan kebahagiaan mereka bersyukur.” Demikian salah satu hadits yang mereka gunakan sebagai panduan dalam menghadapi permasalahan kehidupan. Panduan tersebut mereka pahami mereka dalami dan praktikkan. Karena memang demikianlah seorang dengan religiusitas tinggi, menuntut ilmu dan mengamalkannya.
Orang dengan religiusitas tinggi lebih bisa mengatur emosi.
Risnawita. S dan Ghufron M. N. Dalam buku Teori teori Psikologi menukil pendapat Argyle yang menyatakan bahwa religiusitas membantu individu mempertahankan kesehatan psikologisnya pada saat saat sulit. Religiusitas juga sangat membantu ketika mereka harus mengatasi peristiwa tidak menyenangkan.
Sebagaimana teori tersebut seseorang dengan religiusitas tinggi tidak berlarut larut dalam emosi negatif yang hanya akan merugikan dirinya sendiri. Mereka dapat dengan mudah memilah dan memilih kapan dan bagaimana harus bersikap. Sedih, senang, marah, malu dan sebagainya.
Mereka paham kapan harus merasa malu misalnya. Bahwa mereka malu saat melakukan keburukan atau maksiat. Karena mereka yakin apa pun yang mereka lakukan berada dalam pengawasan Yang Maha Melihat.
Lagi pula hati dan pikiran senantiasa difokuskan untuk mengingat Tuhan.
Mereka tidak malu bekerja keras asalkan tetap di jalur keridoan Tuhan.
Mereka juga memilik kesabaran yang lebih jika dibandingkan dengan mereka yang tingkat religiusitasnya lebih rendah. Demikian juga kemampuan bersyukur mereka. Mereka juga mampu menyemangati diri jika suatu saat mereka dihadapkan pada keterpurukan.
Demikian, sedikit pengetahuan saya yang bisa saya bagi. Mudah mudahan bermanfaat serta membantu untuk meningkatkan kualitas religius kita. Semoga dengan memperbaiki kualitas religi, serta mendekatkan diri pada Illahi akan lebih memudahkan kita dalam meraih prestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar